[dropcap]K[/dropcap]OMSOS-GMK. Pada hari Selasa, 20 November 2018, lebih dari 90 prodiakon GMK 2018 mengadakan ziarah bersama ke Gua Maria Kereb Ambarawa. Rm Antonius Dadang Hermawan, Pr serta beberapa suster dan bruder yang berkarya di wilayah GMK turut mendampingi peziarah. Menurut penuturan YB. Sukartono , koordinator prodiakon GMK, acara ziarah ini menjadi wujud ungkapan syukur atas pelayanan prodiakon GMK selama 3 tahun. Seperti diketahui masa tugas prodiakon pada periode kali ini secara resmi akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2018.
Dengan menggunakan dua bis besar, rombongan berangkat dari Kalasan sekitar pukul 7 pagi dan sampai di terminal Ambarawa sekitar pukul 10. Beberapa prodiakon memilih berjalan kaki untuk sampai di lokasi ziarah, sedangkan beberapa peserta lain memilih naik angkutan kota.
Agenda acara pertama adalah misa syukur yang dimulai tepat pukul 11 dan dipimpin oleh Rm Antonius Dadang Hermawan, Pr. Di awal kotbahnya romo kelahiran 14 April 1975 asal Tegalgondo, paroki Delanggu ini melontarkan pertanyaan yang cukup menggelitik “Apa sih yang membuat bapak-ibu bangga menjadi prodiakon?” Beberapa prodiakon menjawab bahwa menjadi prodiakon adalah sebuah kesempatan untuk melayani, menyelamatkan, mewartakan, mengasihi Tuhan, juga menjadi kesempatan untuk belajar dan menjadi berkat dalam panggilan perutusan.
“Terpujilah njenengan karena terpilih menjadi prodiakon. Saya akan menjadi lebih bahagia bila bapak-ibu bisa melayani dengan penuh sukacita,” ungkap Rm Dadang.
Pada awalnya mungkin ada semacam keterpaksaan menjadi prodiakon, namun pada akhirnya bisa melayani dengan penuh sukacita. Seberat apapun menjalankan tugas, bapak-ibu prodiakon toh bisa menjalankan tugas sampai garis akhir yakni 31 Desember 2018.
Rm Dadang berkali-kali menegaskan bahwa keterbukaan terhadap tugas itu mengubah banyak hal. Keterbukaan itu memungkinkan kita untuk tumbuh dan berkembang. Kebekuan hati bisa mencair. Rm Dadang juga menggarisbawahi bahwa tugas prodiakon yang utama adalah membagi komuni yakni Kristus sendiri.
Menjadi prodiakon itu pilihan dan berbahagialah mereka yang mengalami perubahan batin. Yang awalnya kaku menjadi cair karena perutusan itu sejatinya membawa perubahan. Sebagaimana Zakeus yang mau membuka hati, mampu mengatasi masalah di luar dirinya, mampu mengatasi masalah dari dirinya sendiri dan akhirnya berhasil melampaui segala kendala untuk bertemu Yesus. Harapan yang sama juga berlaku untuk prodiakon. Prodiakon diharapkan terus mau membuka hati untuk terus bersedia melayani orang lain dengan membagikan komuni yakni Kristus sendiri terutama bagi mereka yang sakit.
Rm Dadang kemudian mengingatkan motto tahbisan Mgr Robertus Rubiyatmoko sebagai uskup KAS, “Quaerere et Salvum Facere” yang artinya Mencari dan Menyelamatkan (Lukas 19, ayat 10). Prodiakon pun diharapkan mencari dan menyelamatkan yang hilang, terutama mereka yang sakit. Di samping itu, prodiakon juga diharapkan untuk terus mau belajar, melakukan pembaharuan-pembaharuan dan saling belajar antarprodiakon.
“Mari kita mensyukuri perutusan ini dan pesan saya datangilah umat yang sakit dan bagikan komuni yakni Yesus sendiri kepada mereka,” ucap Rm Dadang.
Sesudah misa, acara kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan menu pecel khas Ambarawa dengan lauk sate kelinci yang terasa begitu empuk di siang yang teramat sejuk.
Benarkah menjadi prodiakon mengubah hidup? Pertanyaan ini mendapatkan jawabannya ketika berlangsung sesi sharing. Robertus Ngadri dari lingkungan St Yakobus KalasanTengah dengan penuh semangat menceritakan perjalanannya menjadi prodiakon yang sudah mengubah hidupnya 180%. Semula istrinya tidak setuju bila ia menjadi prodiakon.
“Kalau bapak jadi prodiakon, umatnya bubar kabeh,” ucap Robertus Ngadri menirukan apa yang diungkapkan istrinya ketika ia mengungkapkan keinginannya menjadi prodiakon 9 tahun lalu. Ia memahami perasaan jujur yang diungkapkan istrinya karena memang sebelum menjadi prodiakon hidupnya dipenuhi kebiasaan yang kurang baik seperti merokok, berjudi dan minum minuman keras.
“Sesudah menjadi prodiakon hidup saya berubah 180%. Setelah rajin membaca kitab suci dan berdoa saya berhasil meninggalkan perilaku buruk di masa lalu. Ini perubahan yang luar biasa dan saya yakin ini semata-mata rahmat dari Tuhan. Puji Tuhan,” ucapnya disambut tepuk tangan meriah dari prodiakon yang khusuk mendengarkan kesaksiannya.
Begitulah perubahan, rahmat dan buah-buah pelayanan yang diterima oleh Robertus Ngadri. Prodiakon yang lain pun pasti mengalami rahmat-rahmat ilahi serta “rezeki” yang tak terduga yang semuanya berasal dari belas kasih Tuhan.
Sesudah doa pribadi dan rekreasi, agenda ziarah sebenarnya mau dilanjutkan menuju Bandungan, namun karena kepadatan lalu lintas, acara kemudian dialihkan ke makam Romo Sanjaya di kerkhof Muntilan. Ziarah kali ini memang berlangsung dengan penuh sukacita dan mengesankan. Sr Maria Magdalena Mala SPPS yang menjadi peserta ziarah mengungkapkan rasa bahagia ikut dalam rombongan peziarah prodiakon.
“Ini menjadi momen terindah untuk bisa ziarah ke gua Maria. Saya bisa menimba iman dan belajar dari prodiakon. Mereka rela memberi diri untuk melayani semua orang dan berada bersama orang sakit dan siapa saja yang mereka layani,” ungkapnya ketika berada di Makam Kerkhof Muntilan.
Hal serupa disampaikan oleh Bruder Januarius Dedy CSA. Menurutnya ziarah kali ini menjadi acara yang luar biasa. Para prodiakon sangat bersemangat untuk melayani Tuhan. Harapannya, semakin banyak umat yang terpanggil untuk menjadi prodiakon dan bersemangat untuk melayani Tuhan.
Semoga dengan acara ziarah bersama ini, para prodiakon semakin bersemangat dalam melayani umat. Semoga motto “Quaerere et Salvum Facere” (mencari dan menyelamatkan yang hilang) terus menggema dalam relung hati setiap prodiakon dalam karya pelayanannya.
“Bonis quod bene fit, haud perit” – Kebaikan yang dilakukan untuk hal-hal yang baik tidak akan hilang, Ia akan tetap abadi