Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi 2018 – Hari ke – 28
-Merenungkan-
Kremasi dan Penyimpanan Abu Jenazah
[dropcap]P[/dropcap]ada waktu itu, umat di Lingkungan Santo Bonifasius dihebohkan oleh berita tentang rencana keluarga putraputri Wiliam yang akan menebarkan abu jenazah kedua orang tuanya yang telah dikremasi. Kabarnya, abu jenazah Bapak dan Ibu Wiliam yang selama ini disimpan di rumah, akan ditaburkan di lautan.
Umat bertanya-tanya: apakah memang diperbolehkan abu jenazah umat Katolik ditaburkan di laut. Tradisi Gereja awal mula hanya mengenal pemakaman jenazah dan tidak mempraktikkan kremasi. Setidaknya ada tiga pertimbangan:
- praktik memakamkan jenazah sesuai dengan praktik dalam Kitab Suci, seperti halnya Tuhan Yesus sendiri yang dimakamkan;
- dengan pemakaman, iman Gereja akan kebangkitan badan ditampakkan dengan jelas;
- praktik membakar jenazah merupakan tradisi kafir yang tidak percaya akan kebangkitan badan. Hanya saja, dalam perkembangan selanjutnya, meskipun “Gereja menganjurkan dengan sangat, agar kebiasaan saleh untuk mengebumikan jenazah dipertahankan; namun Gereja tidak melarang kremasi, kecuali cara itu dipilih demi alasan-alasan yang bertentangan dengan ajaran kristiani” (kan. 1176 §3).
Gereja juga menegaskan bahwa abu jenazah harus dihormati sama dengan yang diberikan kepada tubuh manusia asalnya; abu jenazah juga harus dikubur di makam atau disemayamkan di mausoleum atau kolumbarium; dan praktik menyebarkan abu kremasi di laut, dari udara, atau di atas tanah, atau menyimpan abu kremasi di rumah kediaman, bukan merupakan sikap penghormatan yang disyaratkan oleh Gereja (Order of Christian Funerals, Appendiks II no. 417).
Ajaran Gereja terbaru tentang pemakaman, Ad resurgendum cum Christo (2016), kembali menegaskan larangan menyimpan abu jenazah di rumah. Konferensi Waligereja Indonesia, meskipun tetap melarang menaburkan abu jenazah di laut, dari udara, atau di atas tanah, memberi wewenang kepada Uskup setempat untuk: “memberi izin menyimpan abu jenazah di tempat yang layak di rumah tinggal asalkan tidak bertentangan dengan iman akan kebangkitan badan dan rasa hormat pada orang yang telah meninggal”.