Sekelompok seminaris mempersiapkan aksi panggilan di paroki dengan semangat. Apalagi mereka ke paroki pada hari Minggu Panggilan. Segala jurus dikeluarkan: lagu, tulisan, flm, brosur, pam?et, aksi gerak dan lagu, dan seterusnya. Pokoknya anak-anak yang hadir gembira dan bersemangat. Tetapi ketika acara aksi panggilan itu akan ditutup, Rama Paroki bertanya, “Kalian mempersiapkan doa Mohon Panggilan tidak?” Para seminaris itu kaget dan baru menyadari bahwa mereka malah tidak mengajak anak-anak untuk berdoa Mohon Panggilan.
Semua orang Katolik sangat mendukung adanya panggilan khusus, yaitu untuk menjadi imam, biarawan, dan biarawati. Tentu panggilan untuk menjadi awam juga panggilan yang suci. Tetapi pada hari Minggu Panggilan ini, kita diingatkan bahwa umat Katolik perlu bertekun untuk mendoakan permohonan panggilan, khususnya panggilan khusus ini. Semoga tidak ada orang tua yang berdoa Mohon Panggilan ini, namun di hati yang terdalam berkata, Tetapi, jangan anakku, ya, Tuhan.” Di buku-buku doa, telah disajikan doa-doa Mohon Panggilan ini. Muncul dan hidupnya paguyuban-paguyuban para orang tua dari anak-anak yang terpanggil, sangatlah bagus. Paguyuban-paguyuban ini berdoa secara teratur. Dan sesungguhnya doa-doa tersebut sangat menopang hidup panggilan dan perutusan para imam, frater, bruder, dan suster.
Demikianlah, panggilan untuk menjadi imam, biarawan, dan biarawati, bukanlah urusan pribadi, tetapi sudah menjadi urusan seluruh umat beriman. Selain mendoakan, umat beriman dapat ikut menyumbangkan dana bagi pendidikan di Seminari atau rumah-rumah formasi para frater, bruder, dan suster. Tetapi yang akhirnya amat penting adalah setiap keluarga kristiani berusaha menghidupi tradisi hidup doa bersama dan membaca Kitab Suci, serta menjadikan nilainilai Injil Kristus sebagai penghayatan dan kesaksian hidup di tengah masyarakat. Saat itulah benih pertama panggilan khusus disemai.
#Sekolah Liturgi
