KOMSOS-GMK. Pada hari Minggu tanggal 14 Juli 2019 diadakan pelatihan photo caption yang bertempat di ruang pertemuan pastoral Gereja Marganingsih Kalasan. Pelatihan yang dihadiri kurang lebih 50 orang ini didominasi oleh peserta yang berusia 40 tahun ke atas.
Acara dibuka oleh Yusup Priyasudiarja sebagai Komsos Gereja Marganingsih Kalasan. Menurut Yusup Priyasudiarja, tujuan utama pelatihan ini menjadikan kita semua sebagai pewarta kasih Tuhan di sosial media. Sedang tujuan khususnya, peserta mampu membuat foto karya sendiri yang baik. Membuat caption sendiri untuk pewartaan, membuat photo caption yang baik dan layak diviralkan di sosial media.
Acara dilanjutkan dengan doa pembukaan oleh Adrian Diarto, dari Komsos Gereja Marganingsih Kalasan, setelah itu diteruskan dengan sambutan dari Paulus Sriyanto, selaku Ketua Bidang Pewartaan dan Evangelisasi Gereja Marganingsih Kalasan.
Seperti yang Paulus Sriyanto katakan dalam sambutannya, bahwa semua yang sudah dibaptis mempunyai tugas mewartakan kabar sukacita. Mudah-mudahan dengan handphone yang kita miliki, kita bisa mewartakan sukacita.
Acara inti photo caption ini dibawakan oleh dua orang pemateri dari Tim Komsos KAS yaitu Fransiscus Borgia Edgar Sucakti dan Ricardo William Sunbhio Pratama.
Sebagaimana kita ketahui, kita sebagai orang Katolik tidak bisa jauh dari media sosial. Mulai bangun pagi, siang, malam, dan berganti pagi lagi. Bagi orang Katolik, kita dapat menjadikan Dekrit Intermirifica sebagai pedoman. Kemajuan teknologi, khususnya teknologi komunikasi merupakan suatu pencapaian yang mengagumkan. Perkembangan media sosial menjadi keberuntungan sekaligus tantangan bagi gereja untuk semakin hadir memancarkan kasih Allah. Gereja mendorong memanfaatkan teknologi komunikasi untuk menyiarkan warta keselamatan dan mengajarkan bagaimana cara menggunakan media tersebut dengan tepat dalam semangat manusiawi dan kristen. Seringkali tanpa kita sadari kita sering pamer berlebihan di media sosial, menyebar hoax, curhat, dan segala kelakuan tidak terpuji. Bahkan konten yang viral di Indonesia lebih banyak memuat pornografi, gosip, hoax, perang, terorisme, hasutan kebencian dibanding konten yang berisikan tentang kebaikan.
Lebih jauh lagi harus kita tahu lebih jelas bahwa foto yang di media sosial adalah gambaran, bayangan, pantulan. Perlunya kita belajar fotografi, yang artinya adalah seni dan penghasilan gambar dan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan. Seni fotografi merekam peristiwa yang ada di sekitar kita. Untuk itu lebih baik lagi jika kita belajar photo caption. Arti photo caption adalah penjelasan yang “disisipkan” pada sebuah gambar.Ada cara bagaimana membuat photo caption. Di antaranya adalah : membuat karya foto dari keresahan hati, dari ayat-ayat Alkitab, dari renungan harian (E-Katolik, buku dll), dari rasa bahagia, dan dari rasa gundah. Semua ini dirangkum (caption) yang singkat, supaya dapat disisipkan dalam satu frame foto. Sedang arti kata framing adalah menempatkan subjek utama foto atau Point of Interest (POI) dalam posisi sedemikian rupa sehingga dikelilingi elemen lain dalam foto. Frame bisa dicapai salah satunya dengan menempatkan elemen foto yang jaraknya dekat dengan kamera sebagai latar depan (foreground) yang mengelilingi Point of Interest.
Ada cara memotret menggunakan kamera atau telpon genggam. Yang pertama, pastikan kita memakai telpon genggam. Kedua, pastikan tombol shutter (cekrek) pada handphone di posisi kanan dan kamera ada di sisi kiri. Ketiga, buka kaki selebar bahu, lalu pastikan tangan senyaman mungkin (percaya diri). Keempat, posisi gambar (frame) yang lurus, karena Tuhan sudah memberikan garis lurus pada setiap bidang.
Suasana pelatihan jadi semarak saat diadakan game online yang bertema tentang Kitab Suci.
Tak lupa pada akhir acara pelatihan ini Agustinus Suseno, Ketua Komsos Kevikepan berharap pada yang hadir- setelah pelatihan ini bisa membuat photo caption sendiri, dan menjadikan itu sebagai pewartaan (kabar baik) yang diteruskan, dilanjutkan dan disebarkan. Semoga.
Foto-foto oleh Monica Aurelia