KOMSOS-GMMK. Pada hari Senin sore, 6 Juni 2022, pendopo Gereja Paroki Maria Marganingsih Kalasan dipenuhi peserta yang mengikuti kegiatan NgoPI (Ngobrol Pancasila dan Indonesia). Kegiatan ini merupakan acara dialog lintas agama yang diselenggarakan oleh Seksi Hubungan Antar Agama dan Penghayat Kepercayaan Paroki Maria Marganingsih Kalasan. Acara yang dipandu dengan apik oleh Elisabeth Dwi Astuti, SKM ini dihadiri oleh kaum muda dari berbagai agama yakni Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, serta Penghayat Kepercayaan.
Kegiatan NgoPI ini menghadirkan narasumber dari berbagai lintas agama dan kepercayaan yakni Pengurus Pemuda Katolik Komcab Sleman Omegared Yohanis Nababan, Pengurus BKSGK – Badan Kerjasama Gereja-Gereja Kristen Kab. Sleman/Gembala di GITJ, Pendeta Eko Kurniawan MTheo, Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Sleman, Dr. H. Ariyanto Nugroho, SKM, MSc (K),Pengurus Persatuan Umat Buddha Indonesia- DIY/Ketua Vihara Karangdjati, Sleman Pandita Muda Totok Tejamano, SAg. MHum, Sekretaris Badan Penyiaran Hindu DIY Drs. Dewa Putu Gede Raka, M.Pd.H, dan Ketua Pemuda Penghayat Kepercayaan DIY Baskoro Waskitho Husodo, S.Pd.
Acara dibuka dengan kata sambutan yang disampaikan oleh St. Sunaryo (Wakil Ketua 2 Dewan Pastoral Paroki Maria Marganingsih Kalasan) selaku tuan rumah. St. Sunaryo memberi sambutan hangat dan ucapan selamat datang bagi para peserta yang hadir. Pada awal dialog, moderator acara yakni CB Ismulyadi, SS. MHum (Kepala Bimas Katolik Kankemenag Kabupaten Sleman) mengutip apa yang disampaikan Jokowi Widodo dalam peringatan Hari lahir Pancasila di Ende, 1 Juni 2022. Salah satu yang diingatkan oleh Jokowi adalah gerakan “membumikan Pancasila”. Kegiatan NgoPI (Ngobrol Pancasila dan Indonesia) ini menjadi salah satu sarana bagi kaum muda untuk berperan aktif dalam membumikan Pancasila.
Sementara itu, mengawali presentasinya Pandita Muda Totok Tejamano mengungkapkan rasa senangnya dengan acara lintas iman seperti ini.
“Saya bangga dengan gerakan teman-teman muda Katolik yang terus berkomitmen untuk terus menjaga, merawat dan menumbuhkan kecintaan kepada Pancasila. Semoga gerakan nyata seperti ini menginspirasi gerakan di kalangan umat lainnya,” ungkap lelaki yang akrab dipanggil Mas Totok ini.
Totok Tejamano menyampaikan betapa luar biasanya pendiri bangsa yang berhasil mencetuskan satu kata yakni Pancasila di tengah pertentangan agama dan budaya di Indonesia kala itu. Para pendiri bangsa berani dengan tulus mengesampingkan kepentingan kelompoknya. Mereka berani menanggalkan “keegoisan” demi kepentingan yang lebih besar yakni kepetingan bangsa. Pancasila terbukti mampu menyatukan bangsa Indonesia yang sangat majemuk. Sementara itu, urgensi untuk membumikan dan melestarikan kembali Pancasila semestinya didasarkan pada tantangan bersama yang dihadapi saat ini.
Totok Tejamano juga berkisah tentang kejayaan Majapahit. Disebutkan bahwa Majapahit bisa menjadi kerajaan besar karena mereka sudah selesai memperbincangkan agama dan tidak lagi mempertentangkan soal agama dan mereka mempunyai mimpi yang sama yakni memajukan Majapahit. Kita pun semeestinya bisa seperti itu sekarang ini. Ada beberapa kesimpulan yang disampaikan Totok Tejamano. Pertama, semua orang ingin hidup bahagia. Kedua, kita perlu menyadari adanya tantangan bersama. Ketiga, kita tidak bisa hidup sendirian artinya kita harus hidup bersama dan berkolaborasi dan saling menguatkan. Anak-anak muda akan menjadi penerus bangsa maka mereka harus diteguhkan untuk terus memegang Pancasila yang mempersatukan. Kita terus mendorong agar Pancasila terus diajarkan kepada generasi muda.
Sedangkan Dewa Putu Gede Raka mengajak kita untuk menjadi orang Indonesia yang beragama sesuai dengan landasan Pancasila, dan mengajak kita menjadi pemeluk agama yang inklusif, tidak perlu saling mempertentangkan. Pancasila adalah sesuatu yang sudah final, yang sudah terbukti mampu mempersatukan bangsa Indonesia. Dewa Putu banyak memberi contoh praksis dalam masyarakat Hindu yang sejalan dengan nilai-nilai pada setiap sila Pancasila. Sebagai kalimat terakhir, Dewa Raka sekali lagi mengajak kita semua untuk membumikan Pancasila untuk memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa.
Pembicara ketiga, Pendeta Eko Kurniawan, menyebutkan bahwa Pancasila bersumber atau digali dari nilai-nilai lokal yang bernilai universal. Soekarno dengan rendah hati mengatakan bahwa dia hanya menggali nilai-nilai lokal (local wisdoms) yang sudah ada. Pancasila adalah nilai-nilai filsafati yang mandalam dan setiap sila saling berkorelasi. Pancasila juga adalah nilai-nilai kompromistif dengan dasar bahwa Indonesia itu sangat majemuk. Ini artinya bahwa Pancasila adalah nilai-nilai yang disepakati sebagai aturan bersama. Pancasila juga merupakan rumusan politis yang dianggap sebagai pengakuan bersama dan menjadi aturan main bersama.
Pancasila adalah ideologi yang menyatukan. Bagi orang Kristen, Pancasila adalah praksis kekristenan. Pancasila sejalan dengan teks suci yang diyakini umat Kristen. Di akhir sesi presentasinya, Pendeta Eko Kurniawan menyebutkan bahwa Pancasila bisa disebut sebagai jejak karya Allah bagi Indonesia. Kita hidup bersama dengan yang lain dan fakta ini menyadarkan kita untuk mau berbagi ruang dengan yang lain. Kita mesti mau mewujudkan “kesalingan”, dan harus saling mendengar. Tugas dari orang Kristen adalah menciptakan damai sejahtera dengan praksis Pancasila.
Sementara itu Baskoro Waskhito Husodo (Ketua Pemuda Penghayat Kepercayaan DIY) lebih banyak menjelaskan tentang penghayat kepercayaan (local beliefs) yang ada di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Baskoro kemudian berbicaa tentang Tujuh Kewajiban Suci dari ajaran Sapto Dharmo yang diajarkan dalam kepercayaannya. Baskoro menyebutkan bahwa nilai-nilai dalam kepercayaan yang ia yakini sudah sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Penganut Sapto Darmo ini meyakini bahwa manusia hanya memiliki tujuh kewajiban atau disebut juga tujuh wewarah suci, yaitu 1) Setia dan tawakkal kepada Pancasila Allah (Mahaagung, Maharahim, Mahaadil, Mahakuasa, dan Mahakekal), 2) Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang negara. 3) Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan nusa dan bangsa. 4) Menolong siapa saja tanpa pamrih, dilakukan atas dasar cinta kasih. 5) Berani hidup atas kepercayaan penuh pada kekuatan diri sendiri. 6) Hidup dalam bermasyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti. 7) Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, akan tetapi berubah-ubah (angkoro manggilingan).
Di sesi akhir pemaparannya, Baskoro menyebutkan bahwa para penghayat kepercayaan selalu diajak untuk selalu mendukung setiap program pemerintah dan kegiatan penghayat kepercayaan tidak pernah dilarang pemerintah karena nilai-nilai yang diajarkan memang tidak pernah bertentangan dengan Pancasila.
Sementara itu pemateri Omegared Yohanis Nababan menyampaikan poin penting yaitu mengajak kaum muda untuk terus menumbuhkan rasa cinta kepada Pancasila agar dapat mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Mengawali pemaparannya, H. Ariyanto Nugroho mengajak peserta mengucapkan salam kerukunan.
“Mudah-mudahan dengan salam kerukunan ini kita sungguh rukun lahir batin,” ungkap H. Ariyanto Nugroho.
Di samping itu, H. Ariyanto Nugroho juga mengajak peserta untuk mengucapkan yel-yel yang menggelorakan semangat nasionalisme dan disambut dengan antusias oleh semua peserta. Kita harus menjadi bagian dari negara yang kita cintai ini dengan setulus-tulusnya secara lahir batin, termasuk dalam hubungan antarumat apapun agama dan latar belakangnya.
Dalam penjelasannya H. Ariyanto Nugroho menjelaskan bagaimana NU selama ini terus berupaya untuk terus menggelorakan semangat nasionalisme dan menegakkan Pancasila.
“Kita harus bangga karena founding fathers kita berhasil merumuskan satu formula yakni Pancasila yang menyatukan bangsa kita. Kita harus bersyukur bahwa di sela sela keragaman, kita punya keinginan untuk bernegara satu. Kita mempunyai komitmen menjadi satu kesatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang dinaungi ideologi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,” ujar H. Ariyanto Nugroho.
H. Ariyanto Nugroho sekali lagi mengajak agar generasi muda terus diajarkan mengenai nilai-nilai Pancasila.
Di tengah-tengah acara, KOMSOS berkesempatan mewawancari beberapa peserta dialog lintas agama. Clara, salah satu kaum muda Katolik, menyatakan sangat mengapresiasi diadakannya kegiatan dialog lintas agama seperti ini.
“Saya berharap kegiatan seperti ini dapat diadakan lagi dan semoga semua lapisan masyarakat, kelompok, hingga komunitas juga dapat menumbuhkan simpati dan empati terhadap perbedaan yang ada,” ujar Clara.
Sedangkan menurut Windasih yang merupakan peserta dari Pemuda Ansor Kalasan, acara seperti ini memiliki banyak manfaat dan dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap Indonesia. Andriyani, yang juga ditemui KOMSOS, mengaku sangat senang diadakan acara seperti ini karena dapat menambah wawasan agar dapat mendidik anak dengan baik tentang nilai-nilai Pancasila.
Rm Antonius Dadang Hermawan, Pr., romo Paroki Maria Marganingsih Kalasan, yang hadir dalam acara ini juga memberikan kesan positif terhadap acara ini.
“Acara ini sangat menarik dan cukup baik diadakan. Yang penting bagi saya, adalah bagaimana dapat hidup bersama dan bersama-sama hidup di Indonesia. Hidup bersama itu artinya kita punya kesadaran bersama jika kita berbeda. Meskipun berbeda, kita berjuang bersama-sama untuk hidup bersama dengan latar belakang apapun,” jelas romo projo KAS yang berasal dari Delanggu ini.
Liputan oleh Tyhana dan Yusup Priyasudiarja, foto oleh Monica Aurellia