Tugu Cupuwatu/Tugu Lilin
Membaca judul di atas pasti banyak yang bertanya tanya. Pencari berkat? Di tanah arkeologis? Apa sebenarnya maksudnya? Tenang, akan saya jelaskan. Pertama, apa yang terlintas di benak Anda setelah membaca tulisan Cupuwatu? Pasti yang terlintas kata cupu dan watu. Kata Cupuwatu itu sendiri merupakan nama dusun di daerah Kalasan, Sleman Yogyakarta. Sebagaimana kita ketahui di Kalasan terdapat banyak candi-candi kecil sepert candi Sari, candi Kalasan, candi Sambisari. Benda-benda peninggalan arkeologis tersebar di setiap sudutnya. Ini menandakan bahwa daerah Kalasan adalah desa tua yang menjadi saksi sejarah peradaban bagi manusia jaman now.
Lantas apa istimewanya dusun Cupuwatu itu? Berdasarkan data arkeologis, pada jaman penjajahan belanda di dusun Cupuwatu pernah ditemukan sebuah tugu berbahan batu andesit setinggi 3,5 meter. Lalu tugu batu itu sekarang ada dimana? Batu tersebut konon dipindahkan oleh pihak Belanda untuk dipergunakan sebagai hiasan di halaman Loji Kebon yang sekarang kita kenal sebagai Gedung Agung. Gedung Agung termasuk gedung bersejarah karena pernah dipakai sebagai Istana kepresidenan saat Yogyakarta menjadi Ibukota negara Indonesia. Istimewa, bukan?
Berbagi & Mencari Berkat
Nah pemaparan mengenai tanah arkeologisnya sudah sedikit jelas. Sekarang saya jelaskan mengenai pencari berkatnya. Ini juga tidak kalah istimewanya. Dusun Cupuwatu dibagi menjadi dua bagian yaitu Cupuwatu 1 dan Cupuwatu 2. Kami Lingkungan St. Mateus tergabung di dalam wilayah St.Theodosius. Umat kami terdiri dari beragam profesi; ada petani, PNS, perawat, karyawan swasta, wiraswasta, ibu rumah tangga, pelajar,dll. Namun ada satu profesi yang selalu kami lakukan di setiap Sabtu pagi yakni profesi sebagai pencari berkat Tuhan. Ini kami lakukan sebagai ungkapan rasa syukur kami atas kebaikan Tuhan yang dilimpahkan kepada kami.
Kita semua adalah umat yang haus akan berkat dari Tuhan. Berkat Tuhan bisa didapat oleh karena belas kasih dan kebaikan Tuhan semata, barangkali melalui amal dan perbuatan baik yang kita kerjakan sehari hari. Sabtu pagi, khususnya kami umat lingk.St.Mateus, selalu bersyukur dan berbagi berkat bersama-sama. Berkat inilah yang bisa mempersatukan kami semua umat lingkungan St.Mateus. Berkat ini membuat rasa persaudaraan bisa lebih erat lagi antarumat lingkungan St.Mateus. Lalu mencari dan berbagi berkatnya dimana? Alatnya apa untuk berbagi dan mencari berkat tersebut? Kami berbagi dan mencari berkat hanya beralatkan sapu, kain pel dan kemoceng saja disertai niat tulus. Kami semua berbagi tugas membersihkan area yang terlihat kotor, di bagian luar maupun bagian dalam Kapel St.Theodosius.
Kapel St.Theodosius itu sendiri berdiri di atas tanah seluas 520m² yang bersebelahan dengan TPU Cupuwatu satu. Tanah ini merupakan pemberian hibah dari keluarga Theresia Djakinem Hardjosuwito. Lalu dibangunlah sebuah kapel di atas tanah tersebut dengan dana sumbangan dari Robertus Sudarsono dan dermawan lainnya serta umat. Kapel yang diresmikan dan diberkati oleh Mgr.Ignatius Suharyo pada tahun 2006 itu kini sangat berperan penting dalam pengembangan Iman umat Paroki Marganingsih Kalasan, khususnya umat wilayah St.Theodosius.
Dalam kegiatan bersih-bersih kapel setiap sabtu, terkadang umat lingk.St.Mateus juga membawa serta anak-anaknya yang masih kecil untuk ikut terlibat membersihkan kapel. Walau porsi waktunya banyak dihabiskan untuk bermain, namun mengajarkan anak sedari kecil untuk merawat bangunan milik bersama diyakini baik untuk menanamkan sikap peduli terhadap sesama dan lingkungan.
Setelah kami selesai bersih-bersih kapel, biasanya kami tidak langsung pulang melainkan duduk-duduk santai bersama, sharing pengalaman hidup sehari-hari sambil menikmati makanan dan menyeruput minuman yang dibawa oleh saah satu umat. Menikmati kebersamaan dengan sesama umat lingkungan St.Mateuse dan kadang ditingkahi gelak tawa menjadi suasana yang dirindukan oleh sesama tim “pencari berkat”.
Begitulah cara kami, umat lingkungan St.Mateus, bersyukur, berbagi dan mencari berkat Tuhan dan menjaga kerukunan sesama umat dan warga sekitar. Itulah cara kami pula untuk semakin dekat dengan Tuhan. Sederhana, bukan? Monumen Tugu yang ada di halaman Gedung Agung melambangkan kerukunan umat beragama antara Hindu Chiwa dan Budha. Orang Yogyakarta biasa menyebut tugu itu sebagai monumen Dagoba atau Tugu lilin karena bentuknya seperti lilin yang senantiasa menyala. Semoga Umat Lingk. St.Mateus juga bisa terus berperan sebagai “cahaya lilin” bagi sesama sebagaimana Monumen Tugu Lilin yang berasal dari dusun Cupuwatu tersebut.
Note: Tulisan kiriman dari Bpk Donald Maradona, foto kiriman dari Ibu Fransisca Dani. Keduanya dari Lingkungan St Mateus Cupuwatu
Untuk menuju situs arkeologi Cupuwatu lewat mana
BDG