“Ngurupi urip” di lingkungan Santo Petrus Karanglo

Komsos-GMK. “Sehat? Rejeki lancar?”  Itulah sapaan Gregorius Andras Siswanto yang merupakan ciri khas sapaan dari Romo Antonius Dadang Hermawan, Pr. Sapaan itu dilontarkan  Gregorius Andras Siswanto dalam sarasehan Lingkungan Santo Petrus Kalasan Barat.Sarasehan tersebut dilaksanakan pada 20 Juni 2019 yang diawali dengan doa pembuka oleh Yustinus Janto Prasojo, sambutan oleh FX. Sidik Margono, Martinus Sumartoyo (ketua lingkungan), dilanjutkan sarasehan oleh Romo Dadang. Tujuan dari sarasehan ini untuk mendalami liturgi Gereja serta pemekaran lingkungan.

Dalam sarasehan, Romo Dadang juga menyapa umat yang hadir dengan sapaan khasnya “Sehat? Rejeki lancar?”.  Romo Dadang kemudian menyampaikan informasi bahwa dia baru saja menerimakan sakramen tobat kepada 155 anak yang akan menerima komuni pertama. Romo Dadang meminta kepada katekis agar calon komuni pertama hafal doa tobat dan tahu cara mengaku dosa. Karena apa? Karena tidak ada kesempatan lain, hanya kesempatan komuni pertama dan krismalah yang bisa mewajibkan mereka untuk mengaku dosa. Karena setelah kedua sakramen itu, tidak ada yang mengontrol lagi niat untuk mengaku dosa.

Dalam acara sarasehan yang oleh Romo Dadang lebih pas disebut bincang-bincang ini, Romo mencoba merumuskan satu hal menarik yakni “ngurupi urip ning lingkungan, pie carane?”

“Anda yang senior-senior itu sudah tahu bagaimana caranya. Kebetulan tahun ini saya misa lingkungan di deretan Berbah dan akan ke Maguwo. Ketika saya misa di lingkungan di sana, saya mendapat kesempatan untuk mengenali  keluarga-keluarga.  Pada umumnya ada kegiatan rutin yaitu sembahyangan rutin setiap malam Jumat. Romo Dadang menunjukkan bagaimana memberikan api  dan isi di lingkungan. Pada umumnya saat sembahyangan, umat yang hadir  hanya itu-itu saja, banyak yang sepuh, sedangkan anak-anak didhelikke. Padahal ketika ditinggal sembahyangan anak-anak “cekelanne” remot atau HP. Kalau umat yang hadir banyak itu bisa ditebak acaranya yakni memule, “ jelas Rm Dadang. 

Romo Dadang kemudian mengutip perikop dari  Kisah Para Rasul 2:41-42 41 yakni tentang “Cara Hidup Jemaat yang Pertama”. (Kis 2: 41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlahmereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Siapakah mereka? Mereka adalah yang mendengarkan pewartaan para rasul, yang memberitakan bahwa Yesus yang dulu dibunuh itu hidup, dan Yesus itulah yang memberi kehidupan.

(Kis 2: 42) Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa..Diceritakan dalam Kisah Para rasul mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Tekun menghidupi imannya, menghidupi rahmat baptisan dengan pemecahan roti dan berdoa.

Pemecahan roti merupakan warisan Tuhan Yesus yang diwarisi oleh Gereja, tidak hanya setiap minggu, namun setiap hari. Pemecahan roti  wujudnya dalam Ekaristi. Ekaristi masih banyak dihadiri oleh umat di Kalasan ini. Selain pemecahan roti, umat juga perlu berdoa. Berdoa akan memberi kekuatan dalam persekutuan tersebut. Santo Petrus pun juga menghidupi itu di hari Jumat malam.

Romo Dadang kemudian mengajak umat untuk merenungkan bahwa pada saat malam ramadhan kemarin, saudara kita menjalankan sholat tarawih bersama keluarga di masjid. Adakah itu juga kita hidupi setiap malam?  Apakah kita menghidupi cara hidup jemaat perdana?

Lingkungan Petrus Karanglo terdiri dari 80 KK, mau dikemanakan ? Pasti jawabannya adalah “Dherek Gusthi”,  namun perlu juga ada kesepakatan yang dibuat agar kegiatan berjalan semestinya, untuk menghidupi lingkungan. Jumlah 80 KK ini merupakan persekutuan yang anonim, tidak kelihatan. Romo Dadang kemudian mengutip pedoman dasar Keuskupan Agung Semarang yang menyebutkan bahwa persekutuan umat beriman dalam paguyuban paling kecil adalah lingkungan. Maksudnya adalah agar jaminan pelayanan di tingkat paling kecil bisa berjalan. Lingkungan itu adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan kedekatan tempat tinggal, dengan jumlah antara 10-50 KK dan tata kelola pastoral paroki.

Dalam sarasehan ini disimpulkan bahwa umat perlu menghidupi dinamika di lingkungan. Caranya adalah dengan pemecahan roti dan berdoa. Karena dengan lingkungan  yang relatif kecil, bentuk persekutuannya menjadi jelas dan tidak  anonim. Pemekaran lingkungan diharapkan memunculkan aktivis baru. Romo Dadang menegaskan bahwa tidak ada lingkungan yang dimekarkan menjadi mati, namun justru bisa melahirkan pribadi-pribadi yang tadinya tidak kelihatan menjadi kelihatan.

Setelah sarasehan, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, serta peresmian pemekaran Santo Petrus, dan juga pembagian doorprize kepada setiap umat yang hadir.

 Catatan: Liputan dan foto oleh Monica Aurelia

Monica Aurelia

Learn More →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *