Ngundhuh Mantu

Ngunduh mantu

Renungan Bulan Maria dan Bulan Katekese Liturgi 2018 – Hari ke – 21

-Merenungkan-
Ngundhuh Mantu

“Kenapa, sih, Pak, sejak jadi prodiakon kok bingung terus setiap kali mau ada sembahyangan?” tanya istri Pak
Dulkaidah yang melihat suaminya sedang sibuk membuka macam-macam buku. “Iya, Bu,
mbok dibantu. Saya diminta memimpin ibadat ngundhuh mantu.

Saya bingung dengan doa dan urut-urutannya,” demikian jawab Pak Dul, prodiakon yang sama sekali belum pernah memimpin doa ngundhuh mantu.

Sesudah perayaan perkawinan, beberapa hari kemudian (biasanya 5 hari), istri pindah dari rumah orang tua ke rumah suaminya. Acara penyambutan istri di rumah suami ini sering kali disebut ngundhuh mantu, ngundhuh temanten, atau mboyong temanten.

Ngudhuh itu berarti memanen, sedangkan mantu diambil dari kata menantu. Jadi, ngundhuh mantu berarti memanen atau mendapatkan menantu. Sementara, mboyong temanten berarti mempelai pria membawa mempelai
wanita ke rumahnya. Hal ini melambangkan bahwa suami menjadi penanggung jawab keluarga dan anak-anak.

Tujuan ngundhuh mantu adalah untuk mengumumkan kepada tetangga mempelai pria bahwa ia sudah mempunyai istri sah dan siap untuk menjadi pelindung bagi istri dan anak-anak nantinya.

Ibadat ngunduh mantu berintikan pada doa syukur kepada Tuhan atas anugerah keluarga baru bagi Gereja dan masyarakat, seraya memohon perlindungan dan berkat Tuhan bagi perjalanan hidup keluarga baru ini. Bentuk dan urutan ibadatnya bisa mengikuti ibadat sabda seperti umumnya, yang berpuncak pada bacaan Kitab Suci dan doa-doa yaitu doa syukur dan permohonan, dan doa-doa itu diakhiri dengan doa Bapa Kami, serta ditambahkan doa Salam Maria untuk memohon doa restu Bunda Maria dan Keluarga Kudus.

Ngunduh mantu

Rm. R. Budiharyana, Pr.

ROMO VIKEP SURAKARTA

Learn More →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *