Saat berjumpa anaknya yang habis bertugas koor Misa Minggu Paskah II yang lalu, Pak Toni bertanya, “Sul, kamu sudah mengaku dosa, kan, waktu Masa Prapaskah kemarin?” Sularso menjawab dengan tenang, “Apa masih perlu, sih, Pak untuk menerima Sakramen Tobat lagi…, kan Tahun Kerahimannya sudah ditutup tahun lalu.” Pak Toni menggeleng-gelengkan kepalanya, tampak kecewa pada anaknya. Namun, sayangnya, Pak Toni hanya diam saja.
Tahun Yubileum Agung Kerahiman Allah memang telah ditutup tahun lalu. Akan tetapi, kerahiman Allah tidak pernah ditutup atau tertutup, sebab selamanya Tuhan Allah itu Maharahim dan selalu siap mengampuni kita. Gema tahun Kerahiman Allah itu diharapkan masih terus membahana, dengan semangat pertobatan yang mesti terus-menerus kita hidupi.
Dan semoga juga semakin banyak gedung gereja dan kamar-kamar pengakuan dosa yang terbuka di banyak waktu, saat imam-imam yang suci telah siap menantikan umat yang ingin menerima Sakramen Rekonsiliasi! Sakramen Rekonsiliasi ini diharapkan sering kita terima, syukur setiap bulan sekali atau malah dua kali, dan tidak hanya menjelang hari Natal dan Paskah saja, apalagi seperti Sularso itu.
Sudah sejak awal pelayanannya sebagai Paus, Bapa Suci Fransiskus berulang-ulang menekankan pentingnya menyadari dan memasukkan di hati kita bahwa Allah itu sangat berbelas kasih. Kerahiman-Nya tiada batas. Kita hanya diminta untuk bertobat dan datang kepada Allah. “Allah selalu menantikan kita, bahkan jikalau kita telah meninggalkan-Nya!
Allah tetap tidak pernah jauh dari kita, dan bila kita kembali kepada-Nya, Dia siap untuk menyambut dan memeluk kita”. Begitu kata Bapa Suci Fransiskus. Beliau juga berkata, “Allah itu sabar terhadap kita karena Ia mengasihi kita, dan siapa pun yang sungguh mengasihi akan sanggup untuk memahami, memiliki harapan, dan membangun rasa percaya dirinya.”
Semakin dalam kita merenungkan dan mencecap kerahiman Allah itu, kita akan didorong untuk suka bertobat dan rajin menerima Sakramen Rekonsiliasi atau Tobat!
***Sekolah Liturgi