Bunda Maria: Penyembahan atau Penghormatan?

Jika sikap hormat kita kepada Bunda Maria menurun
sikap iman kepada Putera Allah dan kepada Allah Bapa pun akan menurun

Ludwig Feuerbach, 1804-1872, filsuf ateis, dalam TheEssence of Christianity.

Maria menampakkan kepada Juan Diego di Guadalupe, Meksiko.

Apa sikap dan tanggapan spontan yang muncul dalam pemikiran atau pemahaman kita sebagai umat Gereja Katolik ketika menyebut nama Bunda Maria? Barangkali ada diantara kita yang terkesan dengan kisah-kisah tentang tokoh Bunda Maria dan sikapnya, misalnya ketika ia menerima nubuat Simeon, bahwa Yesus, Puteranya akan menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menebus jiwanya sendiri (Luk. 2:2–35) atau ketika Bunda Maria, bersama Yusup, berlarat dalam perjuangan menyelamatkan Puteranya dalam pengungsian ke Mesir (Mat. 2:13–15). Barangkali kita terkesan dengan kisah ketika Bunda Maria mencari Yesus di Kenisah (Luk. 2:41–52) atau ketika Bunda Maria menyaksikan Yesus menderia dalam perjalanan dengan memanggul salib (Luk. 23:26-32). Beberapa kisah dan sikap Bunda Maria dapat pula kita temukan dalam berbagai peristiwa, misalnya ketika Bunda Maria berada di kaki Salib Yesus (Yoh. 19:25–27), dan ketika Bunda Maria menyaksikan Yesus dimakamkan secara sederhana di suatu taman (Yoh. 19:41–42).

Sosok Bunda Maria memang tidak habis-habisnya dibicarakan dan didalami dalam  Gereja Katolik atau bagi para pencinta Maria. Selalu saja ada bahan permenungan yang mengalir bagai mata air darinya. Suatu wujud kedekatan dengan Sang Bunda.

Karena kedekatan dengan Bunda Maria pula, kita dapat menyaksikan hingga saat ini, betapa devosi atau kebaktian kepada Santa Perawan Maria sangat populer dan digemari oleh umat Katolik di mana-mana. Kita dapat menemukan dengan mudah patung Bunda Maria di semua gedung gereja atau kapel. Banyak gedung gereja dan pastoran dilengkapi dengan gua Maria. Bahkan untuk memperindah, gua Maria itu pun diperindah dengan adanya taman berikut suara gemericik air yang mengalir di sekitarnya. Dalam lingkungan keluarga-keluarga pun dengan mudah kita temukan sosok Bunda Maria. Ada keluarga yang secara khusus membuat gua Maria di halaman rumah mereka, atau setidak-tidaknya setiap keluarga Katolik minimal memiliki patung yang menyimbolkan peran penyertaan Bunda Maria.

Kedekatan dengan Bunda Maria tidak hanya ditandakan dengan adanya patung Bunda Maria. Sungguh menggembirakan, sebagai suatu gerakan spiritual, umat pun mengadakan  peziarahan ke gua-gua Maria dan berhimpun dalam doa rosaria selama bulan Mei dan Oktober. Kerapkali, melalui doa rosaria di lingkungan seperti ini, proses pembelajaran iman kepada anak-anak pun tertanamkan. Semua fenomen tersebut menunjukkan betapa hidupnya devosi umat beriman kepada Santa Perawan Maria, Bunda Kristus, dan Bunda Gereja.

Menilik lebih jauh ke belakang, penghayatan dan penghormatan kepada Bunda Maria sudah dilakukan oleh umat beriman Katolik sejak zaman kuno. Gereja Perdana, terutama Kisah Para Rasul menyebutkan Bunda Maria menyertai para Rasul dan para murid Yesus lainnya untuk berdoa bersama menantikan karunia Roh Kudus (Kis. 1:14). Secara khusus, sejak Konsili di Efesus abad V, Gereja Katolik semakin mengembangkan kebaktian kepada Bunda Maria. Penghayatan dan penghormatan kepada Bunda Maria pun semakin dimarakkan dengan adanya Konsili Vatikan II. Dalam Lumen Gentium (LG), salah satu konstitusi dogmatis tentang Gereja, Gereja Katolik menyatakan: “Berkat rahmat Allah, Maria telah diangkat di bawah Puteranya, di atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno, Santa Perawan Maria dihormati dengan gelar ‘Bunda Allah’” (LG. 66). Umat beriman menghormati dan memohon doa Bunda Maria dengan penuh cinta dan kepercayaan, menyerukan namanya dan meneladan hidupnya (bdk. LG. 66). Demikianlah hingga saat ini, rangkaian sejarah penghormatan dan kebaktian kepada Bunda Maria sungguh memiliki dasar historis yang kuat.

Gereja mewadahi dan memberi ruang bagi umat untuk memposisikan Bunda Maria sebagai teladan iman. Gereja sangat mendukung kebaktian kepada Bunda Maria karena ia memiliki peran yang khas dan istimewa dalam sejarah keselamatan Allah sebagaimana terlaksana dalam Yesus Kristus. Bunda Maria menjadi ibu Yesus Kristus, Penebus kita. Yesus lahir dan hadir di tengah manusia melalui rahim Bunda Maria. Peran sebagai Ibu Yesus ini adalah peran yang khas dan istimewa, tak tergantikan oleh siapapun. Meskipun begitu Bunda Maria adalah bagian dari Gereja, yang seperti umat beriman lainnya, memerlukan rahmat penebusan yang datang hanya dari Tuhan kita Yesus Kristus. Itulah sebabnya, seluruh keistimewaan Maria dengan segala kebaktian dan devosi yang kita lakukan kepada Bunda Maria harus selalu dilihat dan diukur dalam hubungannya dengan iman Gereja kepada Tuhan Yesus Kristus.

Cardinal Newman mengatakan “the Glories of Mary are for the sake of her Son”. Ini berarti semua penghormatan dan gelar yang diberikan kepada Maria, senantiasa berakar pada hubungannya yang begitu istimewa dengan Tritunggal Maha Kudus. Ia menjadi puteri Allah Bapa, Bunda Allah Putera dan mempelai Roh Kudus. Sebagai puteri Allah Bapa, Bunda Maria senantiasa taat dan senantiasa melaksanakan kehendak Allah Bapa di sepanjang langkah hidupnya. Sebagai puteri Allah Bapa, Maria menunjukkan ketaatannya untuk bekerjasama dengan Allah dalam karya keselamatan. Sebagai bunda Allah Putera, Maria berpartisipasi dalam karya penyelamatan manusia dan senantiasa membawa seluruh umat Allah kepada Puteranya. Sebagai mempelai Allah Roh Kudus, Bunda Maria menjadi sosok yang kudus dan tak bercela.

Sejak semula Gereja sangat menghormati Bunda Maria dengan segala keistimewaannya. Namun demikian, Gereja Katolik menolak ungkapan bakti kepada Maria yang berlebihan dan tidak sehat, yakni yang tidak sesuai dengan ajaran iman Gereja. Konsili Nikea II (thn 787) dengan jelas membedakan antara penyembahan atau sembah sujud (latria) yang hanya ditujukan kepada Allah saja dan penghormatan (dulia) yang ditujukan kepada orang-orang kudus, termasuk Bunda Maria. Penggunaan patung, gambar dari Bunda Maria atau Rosario menjadi sarana yang sangat membantu untuk menghormati Bunda Maria, tetapi umat beriman sendiri tidak pernah menyembah patung atau gambar Maria itu sendiri. Penyembahan selalu hanya diberikan kepada Tuhan Allah.

Dalam hal ini, Katekismus Gereja Katolik menyebutkan “apa yang iman Katolik percaya tentang Maria berdasarkan apa yang dipercayai mengenai Kristus (KGK. 487). Dengan demikian, Tuhan Yesus Kristus-lah yang menjadi pokok, pusat dan utama dalam seluruh iman kita dan segala macam devosi yang berkembang di kalangan umat beriman. Itulah sebabnya, para Bapa Konsili Vatikan II menegaskan bahwa kebaktian kepada Bunda Maria ini harus tetap dibedakan dengan sembah sujud yang hanya dipersembahkan dan ditujukan kepada Allah Tritunggal ataupun Tuhan Yesus Kristus sendiri (LG. 66).

Per Mariam Ad Jesum!

 

(C. IsmulCokro, penulis buku Perempuan dengan Banyak Nama)

CB Ismulyadi

Coachwriter, Editor Lepas, Penulis Artikel, Resensi, Jurnal dan Buku, ASN. Bergabung dalam Komunitas Sumber Daya Rasuli #Jogja, ISKA DIY. Saat ini menjadi pendamping penulisan karya ilmiah para guru dan pengawas Pendidikan Agama Katolik Kemenag DIY.

Learn More →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *