Perempuan sudah terlatih menjadi seorang pemimpin

KOMSOS-GMMK. Sebanyak 108 ibu-ibu paroki, stasi dan wilayah se paroki Maria Marganingsih Kalasan menghadiri sarasehan di pendopo gereja pada hari Sabtu, 23 Juli 2022. Sarasehan yang berlangsung dari jam 13:00 sampai 15:00 ini mengusung tema “Women and the church; affirming, challenging, transforming”. Sarasehan ini menghadirkan pembicara utama Dr. Ferdinand Hindiarto Spsi, Msi yang merupakan Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Semarang. Acara sarasehan yang dipandu oleh Juanita Joesoef (ketua bidang paguyuban) ini merupakan salah satu agenda acara dari Live in Unika Soegijapranata di Paroki  Maria Marganingsih Kalasan.

Acara sarasehan berlangsung sukses tidak hanya dari segi jumlah peserta namun juga dari antusiasme peserta. Semua peserta tampak sangat antusias mengikuti sarasehan karena isi sarasehan yang “ndaging” dan gaya presentasi pembicara yang menarik diselingi jokes-jokes cerdas dan menghibur.

Dr. Ferdinand Hindiarto Spsi, Msi banyak memberikan contoh nyata tentang bagaimana perempuan berkiprah dalam kehidupan sehari-hari dan layak menjadi seorang pemimpin. Pembicara mencontohkan bagaimana pemimpin perusahaan Marimas yang terkenal amat humanis dalam kiprah bisnisnya akhirnya menyadari bahwa di dalam rumah tangganya sudah ada leadernya yakni istrinya. Perempuan sebagai sosok multi-tasking yang biasa mengerjakan banyak hal di rumah memang sejatinya sudah terlatih menjadi seorang pemimpin.

Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata periode 2021-2025 ini pun memberi contoh bagaimana kalangan perempuan berhasil menjadi pemimpin di universitas yang dipimpinnya.

“Delapan dari sepuluh dekan di Unika Soegijapranata adalah perempuan. Dan kinerja fakultas jauh lebih bagus jika dipimpin seorang perempuan. Mereka selalu mengerjakan pekerjaan dengan serius,” ungkap lelaki yang hobi sepakbola ini.

Lelaki yang menempuh pendidikan S1 hingga S3 di Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) dan mengusung tema ‘Inflammare Humanitatem’ atau menyalakan kemanusiaan dalam pengelolaan Unika Soegijapranata ini juga menegaskan bahwa para ibu sudah terbiasa dilatih untuk menjadi pemimpin setiap hari di dalam kesibukan rumah tangganya dan gereja mestinya membuka ruang bagi posisi-posisi strategis untuk dijabat oleh kalangan perempuan.

“Dalam hal detil-detil pasti perempuan lebih unggul, sesudah itu pasti akan muncul ide-ide kreatif untuk mengembangkan gereja,” jelasnya.

Sejatinya tugas utama dari seorang leader (pemimpin) adalah menginisiai, mengajak, mengarahkan, mengeksekusi, menjaga dan mengembangkan. Dan ini semua ada dalam diri perempuan. Tak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari-hari perempuan jauh lebih hebat daripada kaum lelaki dalam menginisiasi, mengajak dan mengarahkan dan sekaligus mengeksekusi gagasan. 

“Kreativitasa perempuan itu luar biasa, dibanding dengan kaum lelaki,” ungkap doktoral bidang psikologi ini.

Rektor yang mengaku hobinya sate usus angkringan ini menyebutkan bahwa kegiatan gereja itu kadangkala tidak bisa berjalan rutin dan tidak menarik, bila dibandingkan dengan kegiatan sosialita yang selalu menarik dan membuat orang betah untuk mengikutinya selama berjam-jam.  Sesuai dengan hukum psikologi “Law of attraction”, pasti ada sesuatu yang menarik mengapa orang tertarik untuk berkumpul. Sebuah pertanyaan kemudian layak diajukan yakni apakah kegiatan gereja sudah menghadirkan daya tarik bagi umat untuk hadir dan terlibat.

“Di Unika Soegipranoto pun, kami mencoba menerapkan apa yang disebut dengan “joyful learning” yakni pengajaran yang penuh suka cita. Tujuannya untuk menciptakan daya tarik bagi mahasiswa,” jelas lelaki yang pernah menjadi GM (general manager) dan Direktur Bisnis PSIS Semarang ini.

Bila kegiatan di gereja tidak mempunyai daya tarik, maka akan sulit untuk menarik umat untuk mengikuti kegiatan kegerejaan karena kegiatan kegerejaan pada dasarnya tidak bersifat wajib namun hanya berdasarkan kesadaran pribadi.  

Ada dua hal yang diusulkan oleh Dr Ferdinand tentang jenis kegiatan paroki yang bisa memantik daya tarik umat. Pertama, kegiatan gereja semestinya berbasis minat. Kedua, kegiatan semestinya juga bisa berbasis usia.

Perlu disadari bahwa mind-set antargenerasi sudah berbeda. Generai muda itu tidak setia pada hal yang sama, mereka inigin selalu menginginkan hal-hal yang baru karena sejak kecil mereka sudah diberi banyak pilihan dan ini berbeda dengan generasi tua yang cenderung setia pada hal-hal yang sama.

“Kuncinya kita tidak boleh menyalahkan generasi muda karena mereka mempunyai dunia dan mind-set yang berbeda. Jadi jangan pernah menghakimi,” ungkapnya.

Dengan model kegiatan gereja berbasis minat dan usia ini diharapkan bahwa gereja terus bisa beraktivitas dengan kegiatan yang menarik dan bermakna.

Dr Ferdinand kemudian menjelaskan bahwa untuk menjadi perempuan yang tangguh dan siap menjadi seorang pemimpin maka sebagaimana mata gergaji, perempuan pun perlu mengasah diri dari segi fisik (olahraga, gizi, menajemen stress), mental (pelatihan, membaca, perencanaan) dan social/emosional (pelayanan, empati, energi) dan spiritual (klarifikasi nilai spiritual).

“Seluruh hidup kita ini perlu dimaknai bahwa ada campur tangan Allah dalam setiap peristiwa dan hidup kita. Ini aspek spiritualnya,” ungkapnya.

Sebelum menutup presentasinya, Dr Ferdinand kembali menegaskan bahwa gereja mesti terus berkegiatan dan berkegiatan itu mesti berbasis minat atau usia.

yusupriyas

Pengajar Les Bahasa Inggris SD, SMP/SMA, mahasiswa/umum (conversation, TOEFL/IELTS), penulis buku (lebih dari 70 buku pengayakan bahasa Inggris ), profesional editor & translator, Peminat sastra dan fotografi. Bisa dikontak di 08121598358 atau yusup2011@gmail.com.

Learn More →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *