Gereja itu semestinya “ana rasane, ana wujude”

KOMSOS-GMMK. Pada hari Minggu, 21 Agustus 2022, bertempat di gedung gereja St. Ign. Loyola Temanggal diselenggarakan acara pembekalan bagi para PK3 ( Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan) yakni umat Paroki Maria Marganingsih Kalasan yang selama ini melibatkan diri sebagai pengurus tingkat RT, RW, pedukuhan atau kelurahan. Bertindak sebagai pemateri adalah Rm Rosarius Sapto Nugroho, Pr. Kegiatan pembekalan dihadiri oleh 161 umat dan dipersiapkan dengan amat baik oleh para pengurus serta OMK Wilayah St. Ign. Loyola Temanggal, Kalasan yang dipimpin oleh YB. Ngadianto (Ketua Wilayah).

Menurut penuturan Bernadus Purnama (Sekretaris 1 Dewan Pastoral Paroki Maria Marganingsih Kalasan), acara pembekalan dimulai pukul 15.30 dan dipandu oleh Martono (salah satu aktivis PK di Purwomartani). Acara secara resmi dibuka dengan doa pembuka yang dipimpin oleh Ign. Redjo (Koordinator PK3 Paroki Maria Marganingsih Kalasan) dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Wakil ketua II Dewan Pastoral, St. Sunaryo,  berkesempatan memberi kata sambutan mengawali acara pembekalan. Dalam kata sambutannya, lelaki pensiunan PT Telkon dan penulis renungan rohani ini menyampaikan ucapan terima kasih atas partisipasi dan kehadiran unsur PK3 (Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan). PK3 merupakan perwujudan merasulnya umat Katolik di dalam masyarakat umum dengan pelayanan kepada sesama baik sebagai kepala dukuh, pengurus RT/RW dan perangkat desa lainnya. Berdasarkan data, di paroki Kalasan ini, jumlah PK3 cukup signifikan  jumlahnya dan cukup diperhitungkan kehadirannya di tengah masyarakat.

Sementara itu dalam presentasinya,  Rm Rosarius Sapto Nugroho, Pr. mendasarkan pemaparannya dengan dasar-dasar alkitabiah. Tuhan menghendaki adanya gereja dan Allah bermaksud menguduskan dan menyelamatkan orang-orang bukan satu per satu, tetapi membentuk mereka menjadi umat. Yang dimaksud dengan Gereja adalah paguyuban umat beriman dan Gereja adalah kita.

Lalu sebenarnya mengapa Gereja didirikan? Tentu saja Gereja didirikan untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa atau menjadi menjadi garam dan terang dunia. Gereja itu itu mesti “ana rasane, ana wujude”, artinya kehadiran Gereja bisa dirasakan dan bisa dilihat. Sejatinya Gereja mestinya menjadi sarana dan tanda yang menghadirkan Allah di tengah dunia. Menghadirkan kerajaan Allah artinya bukan sekedar tindakan karitatif/amal kasih, namun bisa melanjutkan karya keselamatan Allah sampai pada kesempurnaanya, langit baru dan bumi baru. Di samping itu, Gereja juga perlu menyadari dirinya sebagai bagian dari umat manusia yang berziarah menuju kesempurnaan.

Lalu bagaimana caranya melanjutkan karya keselamatan? Kita semua diharapkan bisa mengarahkan perjalanan hidup manusia pada keselamatan dengan cara ikut menata kehidupan bersama (di berbagai tingkat) supaya mengarah pada kebaikan bersama/bonum commune, kerajaan Allah. Kita juga diminta untuk menumbuhkan gerakan yang mengarahkan cara merasa, berpikir dan bertindak menuju masyarakat yang sejahtera, bermartabat dan beriman (RIKAS 2016 – 2035)

Romo Projo KAS ini kemudian menjelaskan bahwa segala bentuk keterlibatan umat untuk menumbuhkan bonum commune adalah tindakan iman atau tindakan kerasulan.  Komisi PK3 kevikepan menjadi rekan kerja supaya umat beriman awam yang terlibat dalam karya kerasulan kemasyarakatan tidak berjuang sendiri. Di sampaikan pula bahwa Komisi PK3 kevikepan ditemani oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI).

Sementara itu dalam sesi sharing beberapa peserta menyampaikan pengalaman mereka bergelut dengan dinamika di masyarakat. Sebagai ketua atau pimpinan masyarakat, banyak kesamaan strategi untuk bisa berbaur baik ketika bersikap maupun ketiga melakukan kegiatan-kegiatan sosial kemasrakatan pada suatu area yang mayoritas penduduknya beragama muslim. Mereka tetap mampu untuk “tetap bisa ajur ajer”.

Susilo asal dari Dusun Glondong menyampaikan sharingnya.

“Awal-awal jadi pengurus dianggap akan ingin mengkristenkan, namun akhirnya malah bisa membuat Desa Wisata Glondong,” ujar Susilo.

Sementara itu, Hendricus Mulyono menyampaikan bahwa dia sudah menjadi ketua RW selama 33 tahun, bahkan pernah membantu pengurusan perijinan pembangunan masjid yang sudah 20 tahun tidak selesai. Lalu mengapa kita mesti terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan tersebut? Tentu saja karena dasar cinta kasih dan kemauan kita untuk membaur dengan masyarakat tanpa secara langsung menunjukan identitas kekatolikan kita.

Sementara itu Nugroho dari dusun Karangnongko mengajak agar sesama umat Katolik saling menyapa ketika berada di gereja dan bisa berbaur di masyarakat apalagi mereka yang dipercaya sebagai pamong

Menanggapi sharing dari Nugroho ini, Rm Sapto juga “mengamini”.

“Mari kita berbaur dengan masyarakat. Jangan cuma merasa “ayem” kalau sudah ke gereja,” ungkap Rm Sapto.

Dalam kaitannya dengan wacana politik, Romo Sapto yang berasal dari Turen Paroki St. Perawan Maria Bunda Kristus Wedi ini memberi himbaun kepada semua peserta pembekalan agar tidak boleh terlena dan terjun dalam dukung mendukung dalam pileg, dan pilihan-pilihan lainnya, karena bila itu terjadi maka maka netralitas kita menjadi tidak terjaga.

Menjelang perhelatan politik terutama menjelang pilpres tahun 2024, Romo Sapto juga mengajak semua peserta untuk bisa memilih dan memilah dan jangan mudah terprovokasi dengan berita-berita politik yang tidak jelas (hoaks). Harapannya, kita tidak saling ribut sendiri antarumat.

Dalam acara pembekalan ini juga diselingi acara santai dan menghibur yang dipandu oleh Nasaria Cahyantini Agus Siswanto (bidang kemasyarakatan) dan Elisabeth Siwi Walyani. Semua peserta tampak menikmati acara joget bersama sambil mengumbar senyuman.

Foto oleh Nanang dan panitia.

Gus Nanang

Learn More →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *