KOMSOS-GMMK. Pak Dimas, yang bertindak sebagai pemandu dalam Sarasehan Pilar Gereja tentang Koinonia-Persekutuan di Lingkungan Gregorius Agung Kaliajir pada tanggal 17 Agustus, mengawali acara dengan mengutip ungkapan yang sangat menggugah, “Dadi wong Katolik kudu gelem kumpul, yen ora kumpul iso ucul. Yen kumpul kudu gelem cucul.” Ungkapan ini menjadi titik fokus pembahasan dalam sarasehan hari pertama yang mendalam tentang Koinonia-Persekutuan. Pada pandangan awal, ungkapan tersebut mungkin terdengar seperti menuntut keterlibatan materi dalam persekutuan. Namun, dengan pemahaman yang lebih mendalam, “cucul” bisa mencakup beragam aspek, seperti gagasan, pemikiran, waktu, tenaga, dan kehadiran fisik.
Pembicaraan diawali dengan berbagi kisah dan pengalaman dari umat. Salah satu contoh kisah yang disampaikan adalah keterlibatan Bu Rina dan Bu Nonik dalam persekutuan. Pak Ari menyoroti bahwa keterlibatan Bu Rina adalah bukti nyata iman yang tercermin dalam keterlibatannya yang total dalam persekutuan, meskipun ada tantangan dan masalah dalam perjalanan tersebut. Sementara itu, Pak Lambert menekankan bahwa dalam hidup persekutuan, tidak ada yang sempurna. Kisah Bu Rina dan Bu Nonik adalah contoh nyata perbedaan motivasi dan kesadaran dalam keterlibatan dalam persekutuan.
Pak Dimas kemudian memperluas diskusi dengan pertanyaan tentang apa yang mendorong umat untuk hadir dalam persekutuan dan apa yang mendorong mereka untuk aktif dalam kegiatan gereja. Tantangan seperti fluktuasi niat dan pengaruh komentar dari orang lain dijelaskan sebagai hambatan. Namun, ada juga dorongan positif, seperti motivasi ekonomi dan rasa peduli di tengah pandemi COVID-19 yang memperkuat ikatan antar-umat. Diskusi juga mencakup peran lingkungan dalam memberikan dukungan dan menyapa umat yang kurang aktif, serta mengingatkan umat tentang tugas mereka dalam memewartakan Injil.
Dalam kesimpulan, sarasehan ini mencerminkan semangat dan semangat umat Katolik di Lingkungan Gregorius Agung Kaliajir dalam menjalani pilar Koinonia-Persekutuan. Meskipun tantangan dan perbedaan motivasi ada, umat berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara keterlibatan dalam persekutuan dan peran mereka dalam keluarga. Mereka juga mengakui pentingnya kasih, ketulusan, dan kebijaksanaan dalam mengatasi permasalahan dan memastikan keberlanjutan persekutuan yang kuat di dalam gereja mereka. Dengan pilar-pilar seperti ini, gereja terus kokoh berdiri sebagai tempat di mana persekutuan hidup dan bersatu, menjadikan mereka saksi hidup yang berpegang teguh pada iman Katolik mereka.