Mengenal Lebih Dekat Romo Antonius Dadang Hermawan, Pr.

KOMSOS-GMK. Berita tentang kepindahan Romo Robertus Budiharyana, Pr dari paroki Marganingsih Kalasan ke Surakarta karena mendapat tugas baru sebagai Vikep Surakarta tentu saja menimbulkan rasa kaget sekaligus rasa sedih karena akan ditinggalkan sosok romo yang sungguh bersahaja. Pertanyaan yang kemudian berkembang di kalangan dewan paroki dan umat adalah siapakah sosok romo yang akan menggantikan Rm Budi. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya muncul kabar bahwa romo yang akan menggantikan tugas Rm Budi di GMK adalah Romo Antonius Dadang Hermawan, Pr. Belum banyak umat yang mengenal romo yang lebih akrab dipanggil Romo Dadang ini. Untunglah KOMSOS berhasil menghubungi Rm Dadang  dan beliau dengan rendah hati berkenan untuk melakukan wawancara tertulis dan mengirimkan hasil wawancara via email. Semoga tulisan ini membantu umat untuk lebih mengenal Rm Dadang.

Berikut hasil wawancara tertulis dengan Rm Dadang.

Komsos: Pertama mohon Romo berkenan menceritakan data pribadi romo; nama lengkap, asal, tanggal lahir, hobi dan hal-hal yang Romo sukai (hobi) termasuk makanan favorit Romo.

Rm Dadang: Saya terlahir sebagai anak pertama pada tanggal 14 April 1975. Oleh orangtua, saya diberi nama Antonius Dadang Hermawan. Bersama dengan bapak-ibu dan kedua adik saya, kami tinggal di Lingkungan Tegalgondo, Paroki Delanggu. Seingat saya, sejak kecil terbiasa disajikan makanan oleh ibu secara apa adanya, termasuk beli lauk atau sayur dari warung makan. Tidak ada tradisi hunting makanan di warung makan bersama keluarga. Karenanya, sampai sekarang saya bisa makan apa saja dan dimana saja, asalkan jangan yang alot dan keras. Berkaitan dengan hobi, saya suka fotografi.

Komsos: Mohon diceritakan tentang keluarga Romo dan apa saja yang membanggakan dari keluarga

Keluarga saya sangat biasa dan sederhana. Bapak saya bernama Melius Sadi dulunya seorang wirausaha dan ibu saya bernama Catharina Widayati, dulunya seorang PNS guru agama katolik. Perpaduan sifat keras dan lembut di antara mereka mampu mendidik kami bertiga menjadi orang katolik yang taat. Sekarang ini mereka hanya berdua tinggal di rumah Tegalgondo. Bapak banyak tinggal di rumah, sedangkan ibu meski sudah pensiun masih aktif berkegiatan sebagai katekis dan tim inisiasi Paroki Delanggu. Adik saya yang pertama, Andreas Donny Wijaya, sudah berkeluarga dan memiliki 2 anak, sedangkan adik saya yang kedua, Albertus Deby Setianto, masih menjomblo dan asyik dengan pekerjaannya. Kesempatan berkumpul bersama di rumah Tegalgondo bisa dihitung dengan jari dalam setahun. Saya senang hidup bersama dalam keluarga saya karena semua rukun dan saling membantu.

Komsos: Mohon diceritakan secara singkat tentang proses panggilan menjadi romo, siapa yang paling berperan dalam proses panggilan menjadi romo itu?

Rm Dadang: Seingat saya, sejak kelas 2 SD saya sudah menjawab pingin jadi romo apabila ditanya cita-cita, termasuk oleh guru sekolah saat mengisi lembaran kertas biodata. Bahkan, sampai SMP pun saya masih menulis ingin jadi romo ketika mengisi lembar biodata untuk salah seorang teman. Keinginan itu bisa tumbuh karena dua hal. Pertama karena om saya (adik ibu saya) waktu itu sudah jauh lebih dahulu masuk seminari dan menjadi romo. Namanya Rm. FX Wahyudi, MSC. Saya ingin seperti om saya. Kedua, karena tradisi doa bersama keluarga menjelang tidur malam. Doa diambil dari buku Madah Bhakti, yakni doa Mohon Panggilan, Doa Penyerahan kepada Tuhan  Yesus, dan Doa Malam. Dua hal itulah yang mempengaruhi saya untuk melirik imamat. Dua hal itu pulalah cara Tuhan membujuk saya untuk menjadi imam-Nya. Dengan begitu, yang paling utama berperan dalam panggilan menjadi romo adalah Tuhan sendiri melalui keluarga inti saya.

Setelah lulus SMP, saya masuk Seminari Menengah  Mertoyudan pada tahun 1990. Selanjutnya, saya meneruskan di Seminari Tahun Orientasi Rohani (TOR) di Jangli, Semarang tahun 1994 sebagai calon imam diosesan (projo). Pada tahun 1995, saya melanjutkan pendidikan di Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan sampai ditahbiskan menjadi imam pada tahun 2002. Selama menjalani proses pendidikan sebagai calon imam, saya menyadari bahwa teman-teman seperjuangan juga berperan dalam panggilan saya. Perjumpaan dengan umat di Paroki Klepu ketika menjalani Tahun Orientasi Pastoral pada tahun 1998 dan perjumpaan dengan umat di Paroki Kebon Dalem, Semarang ketika menjalani masa diakonat pada awa tahun 2002 juga turut mengambil peran dalam panggilan saya.

Komsos: Kapan Romo ditahbisan dan apa moto saat ditahbiskan? Siapa saja romo seangkatan?

Pada tanggal 10 Juli 2002, di Gereja Fransiskus Xaverius Kidulloji, Yogyakarta saya ditahbisan oleh Mgr. Ignatius Suharyo bersama 11 romo yang lain. Total ada 12 romo yang ditahbiskan; 9 romo sebagai imam diosesan Keuskupan Agung Semarang (projo), 2 romo sebagai imam Serikat Xaverian (SX), dan 1 romo sebagai imam Serikat Salesian Don Bosco (SDB). Mereka adalah:

  • Antonius Amisani Kurniadi, Pr
  • Antonius Dadang Hermawan, Pr
  • Staniselaus Eko Riyadi, Pr
  • Patricius Hartono, Pr
  • Markus Nurwidi Pranoto, Pr
  • Antonius Saptana Hadi, Pr
  • Adolfus Suratmo, Pr
  • Agustinus Suryonugroho, Pr
  • Yustinus Winaryanto, Pr
  • Yakobus Sriyatmoko, SX
  • Andreas Sutiyo, SX
  • Benediktus Sunarjoko Pranoko, SDB

Moto bersama untuk tahbisan imam dari Injil Yohanes 15:4 “Tinggallah di dalam Aku” sedangkan moto pribadi saya ambil dari Filipi 1:6 “Ia yang telah memulai pekerjaan baik ini akan menyelesaikannya”.

 

Komsos: Mohon diceritakan tentang sejarah penugasan romo sesudah ditahbiskan, kapan dan dimana saja?

Tahun 2002: Pastor Pembantu di Paroki Purbowardayan, Solo

Tahun 2004: Pastor Pembantu di Paroki Wonosari bertempat tinggal di Kelor, Gunung Kidul

Tahun 2006: Pastor Pembantu di Paroki Weleri, Kendal

Tahun 2009: Pastor Pembantu di Paroki Promasan, Kulonprogo

Tahun 2012: Pastor Pembantu di Paroki Klodran, Bantul

Tahun 2014: Pastor Paroki di Paroki Medari, Sleman

Tahun 2018: Pastor Paroki di Paroki Kalasan, Sleman

Dalam sejarah penugasan itu, istilah masih “pastor pembantu”. Istilah ini sejak 2017 sudah diganti dengan “vicaris paroki” yang berarti “wakil pastor paroki”.

Komsos: Apa yang terbersit dalam pikiran Romo ketika mendapat kabar akan diberi tugas pelayanan baru di Paroki Marganingsih kalasan?

Pada saat hari studi UNIO tanggal 16 Mei 2018 di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan (PPSM), Rm. FX. Sukendar selaku Vikjend mengajak berbicara usai sarapan, saya tidak memiliki pikiran apa-apa, selain penasaran saja. Rasa penasaran itu muncul karena beberapa menit sebelumnya Rm. Luhur, Pastor Kepala Katedral yang sekaligus anggota Kuria,  bertanya sambil senyam-senyum apakah saya sudah dihubungi bapak uskup. Saya balik bertanya, “apa je, rom. Durung iq”. Beliau masih senyam-senyum sambil menjawab, “Ya tunggu bapak uskup sendiri lah”. Rm. Sukendar pun mengawali pembicaraan dengan pertanyaan sama, “Sudah dihubungi bapak uskup?”. “Laah… ana apa to iki”, pikir penasaran saya. Setelah berbicara ngetan-ngulon dan bertanya itu-ini, akhirnya beliau menyampaikan hasil rapat Kuria tanggal 14 Mei bahwa bapak Uskup menugaskan saya sebagai pastor paroki di Kalasan per 1 Juni. Maaak jleeeb…..horotoyooh. Mendadak senut-senut. Tidak ada bayangan secuil pun soal mutasi. Pikir saya, barangkali ada tambahan rejeki tugas apa dari keuskupan. Bayangan pertama yang muncul justru saya akan meninggalkan Paroki Medari yang sedang menciptakan mimpi. Secara campur baur, terbayang pula mengenai Paroki Kalasan yang jumlah umatnya sak abrek akan membangun kawasan tiga lembaga, yakni Paroki, RS Panti Rini, dan SMP Kanisius. Terbayang pula bahwa paroki ini juga pernah saya datangi beberapa bulan sebelumnya bersama Tim Visitasi KAS berkaitan dengan permohonan peningkatan status Macanan dan Maguwo. Terhadap bayangan-bayangan dan penugasan itu, suka atau tidak, mau atau tidak, siap atau tidak, saya hanya menjawab,“Nggih, manut..ndherek mawon”.  Selanjutnya, pada tanggal 21 Mei pada saat TEPAS DIY, di tempat yang sama, saya menerima amplop besar. Saya membukanya dan mak jegagik saya melihat SK dari bapak uskup. Oh, berarti tenan kiih..bukan hoax. Rasanya nano-nano. Sesudah acara TEPAS selasai, saya menemui bapak uskup yang juga hadir dalam TEPAS itu. “Kok aku, to?” tanya saya. Beliau hanya menjawab dua kata, “Sing isoh”. Hiiih…gemes saya. Saya lalu matur, “Mbok panjenengan ngendika pesan-pesan apa saja, nanti saya dengarkan”. Beliau menyampaikan A, B, dan C. Sedangkan D sampai Z tidak disampaikan karena memang bukan yang utama dan mungkin membiarkan saya menemukan sendiri dalam proses pelayanan di kemudian hari. Ya sudah, saya berterimakasih kepada bapak uskup karena telah dipercaya untuk melayani umat Paroki Kalasan. Sadar bahwa saya sebagai seorang imam diosesan (projo), saya pun taat dan sekuat tenaga akan membantu bapak uskup di Keuskupan Agung Semarang bagian Paroki Kalasan.

Komsos: Apa harapan Romo terhadap umat paroki Kalasan?

Harapan saya sederhana tetapi rumit. Semoga umat Paroki Marganingsih Kalasan makin mencintai Yesus dalam Gereja Katolik yang telah mengakar dan tumbuh di Paroki Kalasan dengan segala dinamikanya. Seluruh pelayanan dengan ragam aktivitasnya melalui karena cinta kepada Yesus.

Komsos: Apa yang selalu menjadi semangat pelayanan Romo?

Semangat bisa muncul melalui suatu peristiwa, pribadi, maupun kelompok. Munculnya kadang tidak terduga ketika sedang mengalami keputusasaan dan hampir menyerah. Saya mengimani hal tersebut sebagai cara Tuhan untuk menyemangati saya dalam aneka bentuk pelayanan. Dengan begitu, sumber semangat pelayanan sejatinya adalah cinta Tuhan yang khas dan unik untuk hidup saya.

Catatan: Dua foto pertama kiriman dr Rm Dadang dan beberapa yang lain diambil dari akun FB Rm Dadang.

 

yusupriyas

Pengajar Les Bahasa Inggris SD, SMP/SMA, mahasiswa/umum (conversation, TOEFL/IELTS), penulis buku (lebih dari 70 buku pengayakan bahasa Inggris ), profesional editor & translator, Peminat sastra dan fotografi. Bisa dikontak di 08121598358 atau yusup2011@gmail.com.

Learn More →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *